Minggu, 24 Mei 2009

Beranda » TanyaUstadz 
Bolehkah Saya Menjual Barang Secara Kredit?
19 May 2009 0 Komentar

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Ustadz yang dirahmati Allah. Saya seorang ibu yang mempunyai 2 orang putri, sebelum menikah saya bekerja pada sebuah perusahaan swasta. Setelah mempunyai momongan saya tidak diizinkan oleh suami bekerja di luar rumah. Tapi saya dibolehkan buka usaha di rumah. Yang ingin saya tanyakan adalah :
Apakah boleh saya punya usaha mengkreditkan barang elektronik dan alat-alat rumah tangga? Kalau boleh berapa persenkah keuntungan yang boleh saya ambil?
Kalau ada teman atau tetangga yang meminjam uang pada saya, padahal saya tahu orang tersebut termasuk orang yang sulit untuk mengembalikan pinjamannya. Kalau saya bilang nggak ada, tapi saya punya, bagaimana menghadapi orang seperti itu. Agar hatinya tidak tersinggung, dan apakah berbohong untuk tidak menyakiti hati orang lain itu berdosa?

Demikian, atas jawabannya saya ucapkan Jazakumullahu khoiron

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Hamba Allah
di-Batam


Ustadz Kholid menjawab:

Demikianlah sepatutnya seorang istri patuh dan berbakti kepada suami dengan mentaati perintah dan bimbingan suami. Kami salut dengan kepatuhan dan keinginan untuk membantu suami dengan kembali kerumah. Sebab siapa lagi yang akan menjaga benteng pembinaan anak-anak yang tersisa kalau bukan sang ibu. Apa lagi di zaman kiwari seperti ini, anak-anak kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya yang sama-sama mencari penghidupan di luar rumah. Hingga akhirnya pembantu rumah tangga dijadikan penjaga mereka. Oleh karena itu mudah-mudahan saudari bisa menjadi contoh muslimah lainnya untuk kembali ke rumah menjaga benteng tersebut.

Tentang pertanyaan saudari diatas tentang usaha mengkreditkan barang elektronik dan alat rumah tangga, maka hal ini kembali kepada masalah jual beli kredit dalam tinjauan islam. Memang para ulama berselisih pendapat tentang hukum jual beli kredit, namun yang rajih adalah boleh dengan syarat tidak ada tambahan pembayaran apabila pembayaran angsurannya terlambat. Inilah yang disampaikan Departeman Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Negara Saudi Arabia (Ar Riasah Al’amah Li Idaratil Buhuts Al Ilmiyah Wal Ifta) dalam fatwanya menjawab pertanyaan: Ada orang yang menjual mobil dengan kredit dan ada keuntungan tambahan tertentu dari harganya (yang kontan) namun keuntungan tersebut bertambah dengan keterlambatan pembayaran angsuran dari waktu pembayaran yang (disepakati). Apakah cara seperti ini diperbolehkan atau tidak? Mereka menjawab dengan pernyataan:

“Apabila orang yang menjual mobil atau sejenisnya sampai tempo tertentu dengan harga tertentu atau waktu tertentu dengan angsuran tertentu yang pemberi kredit tidak melewati batas yang telah ditentukan dari harganya, maka tidak mengapa. Namun bila kredit yang telah terfahami dari pertanyaan bertambah dengan keterlambatan pembayaran angsuran dari waktu yang disepakati dengan nilai tertentu, maka itu tidak boleh dengan ijma kaum muslimin, karena itu sama dengan riba jahiliyah.”1

Demikian juga fatwa dari komite umum untuk fatwa di Departemen Wakaf dan urusan Islam di Kuwait (Al Hai’at Al Amah Lil fatwa Bi Wizarat Al Auqaaf Wal Syu’un Al Islamiyah Bil Kuwait) atas pertanyaan: “Bagaimana menurut syariat jual beli dengan tempo. Apakah diperbolehkan oleh syari’at bila disana ada harga barang yang dijual dengan cash (kontan) dan ada harga untuk barang yang sama yang dijual dengan kredit?” Mereka menjawab: Tidak apa-apa harga jual kredit lebih tinggi dari harga jual cash (kontan) dan penjual boleh mencari keuntungan yang ia inginkan dengan cara hitungan ekonomi.”2

Dengan demikian saudari boleh melakukan usaha tersebut dan bebas dalam mencari keuntungannya tidak ada ketentuan berapa persen keuntungannya. Namun perlu diingat sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang berbunyi:

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى

“Semoga Allah merahmati orang yang mudah apabila menjual dan bila membeli serta bila menagih hutang” (HR. Al Bukhari)

Maksdnya, jual-beli yang mudah dan kedua belah pihak tidak merasa dirugikan.

Sedangkan berbohong untuk menolak orang berhutang, ini tentu terlarang karena masuk dalam kategori dusta. Namun hendaknya bila mendapatkan jenis orang seperti itu hendaknya ditolak dengan baik-baik dan katakan kami tidak memberi hutang kepada anda. Bila ia bertanya tentang sebabnya maka dilihat, bila ia akan baik dengan dijelaskan sebabnya sehingga ia dapat memperbaiki darinya kembali maka jelaskan dan bila tidak maka baiknya katakan kepadanya itu hak prerogatif kami.

Memang terkadang kita harus tegas tanpa harus kasar menyikapi tipe orang seperti itu dan harus bijak menentukan keputusan memberi atau tidak memberi. Jangan lupa juga bila memberi hutang kepada orang lain harus dengan perjanjian hitam diatas putih agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.

Mudah-mudahan jawaban singkat ini bermanfaat bagi kita semua.

1 Majalah Al Buhuts Al Islamiyah, edisi 6 Ar Riasah Al’amah Li Idaratil Buhuts Al Ilmiyah Wal Ifta Wad Dakwah Wal Irsyad hal. 270, bulan Rabi’ AL Tsani-Jumada 1,2 -1403.

2 Majalah Al Syari’at Wadirasat Al Islamiyah hal 264, tahunpertama edisi satu bulan Rajab 1414H. diterbitkan Universitas Kuwait.

[Tanya-jawab ini juga dipublikasikan di milis fatwa pengusaha muslim]

Artikel UstadzKholid.Com
Beranda » TanyaUstadz 
Ongkos Naik Haji Dengan Sistem MLM
19 May 2009 0 Komentar

Assalamu’alaikum
saya tadi siang baru menghadiri presentasi PT. MPM yang menawarkan naik haji dengan hanya membayar Rp. 2.250.000. dengan sistem jaringan (yg menurut saya tetap sama dengan MLM). Mhn ustadz jelaskan hukum sistem tersebut

Mario Martadinata


Ustadz Kholid menjawab:

Wa’alaikumussalam

Memang dewasa ini bermunculan berbagai macam ragam jenis jual beli dan bisnis yang menggiurkan dan mengajak seorang untuk duduk berdiam diri namun uang terus mengalir. Tidak peduli dari mana asalnya dan bagaimana mendapatkannya. Seiring dengan itu berbagai nama dan merek dagangpun bermunculan baik yang mengatasnamakan syari’at atau tidak.

Ingin naik haji dengan sangat murah, diiming-imingi tawaran menggiurkan hanya dengan Rp 2.25,0.000; ini seperti mimpi. Apabila itu benar tentunya semua orang islam yang ingin haji nggak usah nabung untuk naik haji cukup dengan ikut MLM ini. Sistem Multi Level Marketing (at-Taswieq Muta’addid ath-Thobaqaat) atau Network Marketing (at-Taswieq asy-Syabaki) yang beroperasi sesuai dengan Pyramid scheme (at-Tanzhim al-Harami). Jenis marketing seperti ini nampaknya merupakan rekayasa perniagaan (Business fraud).

Sistem pyramide/ Pyramid scheme ini telah mendapatkan perhatian serius dari para ulama dan juga pakar bisnis ekonomi dunia. Ternyata kesimpulannya banyak yang memperingatkan bahaya jenis bisnis ini karena berisi suatu yang memperdaya (taghrier) para pengikutnya, lalu menjadikan mereka memiliki kekayaan yang singkat dan cepat sebagai imbalan dari pembayaran yang sedikit dan terbatas. Namun akhirnya harta tersebut masuk semuanya kepada pemilik perusahaan dan bisnis ini. Sedangkan anggotanya tidak mendapatkan kecuali fata morgana.

Oleh karena itu banyak sekali peraturan perundangan dari banyak Negara yang melarang sistem pyramid (Pyramid scheme) dengan semua bentuknya. Demikian juga perangkat resmi banyak Negara memperingatkan masyarakat dari terjerumus dalam perangkap jaringan bisnis seperti ini setelah dibungkus dengan bentuk yang sangat menarik dengan propaganda bahwa ini adalah kesempatan pemasaran produksi yang berguna bagi masyarakat, baik dalam bidang pendidikan atau lainnya.

Nah tentang jelasnya permasalahan ini kami sedang menulis dan mudah2an dapat dicetak dalam waktu dekat.

[Tanya-jawab ini juga dipublikasikan di milis fatwa pengusaha muslim]

Artikel UstadzKholid.Com
Beranda » Mengenal Islam, Renungan 
Flu Babi, Satu Pelajaran Bagi Manusia (2)
15 May 2009 1 Komentar

Perintah Membunuh Babi

Islam tidak hanya mengharamkan dagingnya, namun juga menganjurkan membunuhnya, sebagaimana disampaikan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabda beliau:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ، لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَماً مُقْسِطاً ، فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ ، وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ ، وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ ، وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ 

“Demi Allah yang jiwaku ada ditanganNya , sudah dekat turunnya Isa bin Maryam pada kalian sebagai hakim yang adil, lalu beliau akan menghancurkan salib, membunuh babi, menghilangkan jizyah (upeti) dan harta akan berlebih hingga tidak ada seorangpun yang menerimanya.” (Muttafaqun ‘Alaihi).

Imam an-Nawawi memberikan komentar terhadap hadits ini dengan menyatakan: “Ada pada hadits ini dalil bagi pendapat yang kuat dari mazhab kami (mazhab Syafi’i) dan mazhab mayoritas ulama, yaitu kita bila mendapatkan babi di negara kafir atau selainnya dan mampu untuk membunuhnya maka kami akan membunuhnya. Juga ada bantahan untuk pendapat sebgaian ulama syafi’iyyah yang nyeleneh dan juga selain mereka yang berpendapat bahwa babi dibiarkan apabila tidak ada kebutuhan untuk membunuhnya”[1]


Sedangkan al-Khathaabi menyatakan: “Dalam sabda beliau (وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ) terdapat dalil kewajiban membunuh babi dan penjelasan bahwa dzatnya adalah najis”[2]. Sedangkan al-Haafizh ibnu hajar menyatakan: “Mayoritas ulama berpendapat bolehnya membunuh babi secara mutlak.”

Ibnu Bathaal menyatakan: “Tidakkah kalian lihat ‘Isa bin Maryam membunuhnya ketika turun ke bumi, sehingga membunuhnya adalah wajib.”

Kaum Yang Dikutuk Menjadi Babi

Allah pernah mengutuk satu kaum menjadi babi, namun mengapa Allah mengutuk mereka? Lihatlah baik-baik hadits-hadits berikut ini:

Hadits Abdurrahman bin Ghanmin al-’Asy’ari, beliau berkata:

حَدَّثَنِي أَبُو عَامِرٍ - أَوْ أَبُو مَالِكٍ - الأَشْعَرِيُّ وَاللَّهِ مَا كَذَبَنِي سَمِعَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : ” لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ ، يَأْتِيهِمْ _ يَعْنِى الْفَقِيرَ _ لِحَاجَةٍ ، فَيَقُولُوا : ارْجِعْ إِلَيْنَا غَداً ، فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ ، وَيَضَعُ الْعَلَمَ ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ 

“Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Amir -atau Abu Maalik- al-’Asy’ari -demi Allah ia tidak berdusta kepadaku bahwa ia telah mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Akan ada satu kaum dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat musik. Sungguh satu kaum tinggal di sisi satu tanda yang digunakan mereka untuk menggembalakan ternaknya. Seorang fakir mendatangi mereka meminta karena satu kebutuhan lalu mereka menjawab: ‘Kembalilah esok kepada kami’. Lalu Allah binasakan mereka dan membiarkan tanda tersebut dan merubah sisanya menjadi kera dan babi sampai hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari)

Hadits Ibnu Abbas dari Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam , beliau bersabda:

” وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ ، لَيَبِيتَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى لَعِبٍ وَلَهْوٍ ، فَيُصْبِحُوا قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ ، بِاسْتِحْلاَلِهِمُ الْمَحَارِمَ ، وَاتِّخَاذِهِمُ الْقَيْنَاتِ ، وَشُرْبِهِمُ الْخَمْرَ ، وَأَكْلِهِمُ الرِّبَا ، وَلُبْسِهِمُ الْحَرِيرَ.

“Demi Allah yang jiwa Muhammad ada ditangannya, Sebagian umatku tidur malam dalam keadaan bermain-main dan sia-sia, lalu pagi harinya menjadi kera dan babi dengan sebab mereka menghalalkan pernikahan mahram, mengambil para penyanyi, meminum khomr, memakan riba dan mengenakan sutera.” (HR Ahmad).

Hadits Abu Malik Al-’Asy’ari , beliau berkata:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : ” لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي الْخَمْرَ ، يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا ، يُعْزَفُ عَلَى رُءُوسِهِمْ بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتِ ، يَخْسِفُ اللَّهُ بِهِمُ الأَرْضَ ، وَيَجْعَلُ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ 

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Sungguh sekelompok dari umatku minum minuman khomr, mereka menamakannya dengan nama lain, bermain musik dengan alat musik dan para penyanyi. Allah menenggelamkan mereka kedalam bumi dan menjadikan sebagian mereka menjadi kera dan babi.” (HR Ibnu Maajah, dan dishohihkan al-Albani dalam shohih al-Jaami’ no. 5454)

Hadits Anas bin Malik, belau berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَهُ : يَا أَنَسُ : ” إِنَّ النَّاسَ يُمَصِّرُونَ أَمْصَاراً ، وَإِنَّ مِصْراً مِنْهَا يُقَالُ لَهُ الْبَصْرَةُ أَوِ الْبُصَيْرَةُ ، فَإِنْ أَنْتَ مَرَرْتَ بِهَا ، أَوْ دَخَلْتَهَا ، فَإِيَّاكَ وَسِبَاخَهَا وَكِلاَءَهَا وَسُوقَهَا وَبَابَ أُمَرَائِهَا ، وَعَلَيْكَ بِضَوَاحِيهَا ، فَإِنَّهُ يَكُونُ بِهَا خَسْفٌ وَقَذْفٌ وَرَجْفٌ ، وَقَوْمٌ يَبِيتُونَ يُصْبِحُونَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ ” [ رواه أبو داود وصححه الألباني في صحيح الجامع برقم 7859 ] .

“Sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda kepada beliau: ‘Wahai Anas sesungguhnya manusia akan membangun kota-kota. Sungguh ada satu kota yang dinamakan al-Bashroh atau al-Bushairoh. Apabila kamu melewatinya atau memasukinya, maka hati-hati dari pusat kota, pinggiran sungai dan pasar serta pintu istana keamirannya, wajib bagimu meilih pinggirannya, karena akan terjadi padanya tenggelam ditanah, angin yang sangat dingin dan gempa serta kaum yang bermalam lalu paginya menjadi kera dan babi’ ” (HR Abu Daud, dan di-shahihkan al-Albani dalam shohih al-Jaami’ no 7859)

Hadits-hadits ini menunjukkan adanya sekelompok manusia yang melakukan pelanggaran dan berbuat maksiat, lalu Allah rubah mereka menjadi kera dan babi. Wal ‘Iyadzu billahi min dzalika.

Karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk semangan beramal sholeh dan ketaatan kepada Allah dan berhati-hati serta menjauhi kemaksiatan. Bersegeralah bertaubat kepada Allah sebelum kematian menjemput.

Melarang Jual Beli Babi[3]

Apabila sudah jelas pengharaman babi dan bahaya yang timbul dari babi, maka alangkah aneh keberadaan sebagian muslimin yang menjual babi dan dagingnya, seperti di negara indonesia ini.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri bersabda:

إِنَّ اللهَ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَثَمَنَهَا ، وَحَرَّمَ الْمَيْتَةَ وَثَمَنَهَا ، وَحَرَّمَ الْخِنْزِيْرَ وَثَمَنَهُ ” 

“Allah mengharamkan khamar dan hasil jual belinya, mengharamkan bangkai dan harta hasil penjualannya dan mengharamkan babi dan harta hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan dishohihkan al-Albani)

Tentu saja hal ini menunjukkan pengharaman jual beli babi dan dagingnya serta seluruh anggota tubuhnya walaupun sudah diusahakan untuk mengubahnya dalam bentuk-bentuk lain, misalnya sebagai katalisator atau dicampur dengan daging lainnya. Hal ini juga ditegaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabdanya:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ لَا هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ

“Dari Jabir bin Abdullah beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada tahun penaklukan Mekkah dan beliau waktu itu berada di Mekkah: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi dan patung-patung.” Lalu ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah Apakah boleh (menjual) lemak bangkai, karena ia dapat digunakan untuk mengecat perahu dan meminyaki kulit serta dipakai orang untuk bahan bakar lampu?” Maka beliau menjawab: “Tidak boleh, ia tetap haram.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lagi ketika itu: “Semoga Allah memusnahkan orang Yahudi, sungguh Allah telah mengharamkan lemaknya lalu mereka rubah bentuknya menjadi minyak kemudian menjualnya dan memakan hasil penjualannya.”” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu ibnu Bathaal berkata: “Para ulama berijma bahwa jual beli babi adalah haram.

Babi dalam syari’at Nabi Isa ‘Alaihissalam diharamkan dan sikap nabi Isa membunuh babi menjadi pendustaan terhadap orang nashrani yang menghalalkan babi dalam syari’atnya. Ibnu Qudamah menyatakan: Mereka berijma’ mengharamkan jual beli babi. Hal itu karena hadits Jabir” [4].

Pelarangan jual beli babi juga disampaikan Abdullah bin Umar Radhiallahu’anhu dalam pernyataan beliau:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ ، وَثَمَنَ الْخِنْزِيْرِ ، وَثَمَنَ الْخَمْرِ ، وَعَنْ مَهْرِ الْبَغِي ، وَعَنْ عَسْبِ الْفَحْلِ 

“Sesungguhnya Nabi melarang jual beli anjing, babi, khomr dan melarang hasil bayaran pelacur serta bayaran perkawinan hewan.” (HR Ath-Thabrani dalam al-Ausaath dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ no. 6948)

Melarang Memelihara dan Memilikinya

Seorang muslim dilarang memiliki dan memelihara babi, karena ia najis dan diharamkan jual beli, makan dan menjadikannya obat. Namun ironisnya masih banyak negara islam yang memperbolehkan pemeliharaan dan ternak babi, seperti di Indonesia. Jelas ini menyelisihi perintah al-Qur’an dan sunnah Rasululloh. Padahal sepantasnya mereka berpegang teguh kkepada syari’at islam yang indah nan agung ini dan berhukum kepada hukum islam.

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh -mufti agung Saudi Arabia dahulu- menyatakan: “Seorang muslim dilarang untuk mengimpor daging babi dan tidak membiarkan ada ditangan muslim. Bahkan seharusnya wajib baginya untuk memusnahkannya karena daging tersebut terlarang dan najis. Dihukum orang yang mengimpornya dan orang yang memilikinya atau bekerja pada (usaha jual beli babi)” [5].

Para ahli fikih sepakat bahwa tidak ada ganti rugi dan kewajiban menjamin atas orang yang mencuri atau membinasakan babi seorang muslim karena ia tidak berharga dan tidak bernilai. Hal ini disebabkan larangan memiliki, menjual dan memeliharanya. Demikian juga babi miliki non muslim baik ia tampakkan atau sembunyikan babi tersebut.[6]

Menjelaskan Bahayanya.

Islam menghalalkan yang baik dan manfaat dan mengharamkn yang jelek dan merugikan. Hal ini juga berlaku pada larangan makan daging babi, karena ia adalah najis dan kotor bahkan sampai-sampai larangannya dalam bentuk larangan memelihara, memiliki dan menjual belikannya. Tentulah larangan ini memiliki hikmah dan manfaat bagi manusia. Lalu bagaimana kenyataannya?

A.V. Nalbandov dan N.V. Nalbandov dalam tulisannya pada Buku : Adaptive physiology on mammals and birds menerangkan bahwa babi adalah binatang yang paling jorok dan kotor, Suka memakan bangkai dan kotorannya sendiri & kotoran manusia pun dimakannya. Sangat suka berada pada tempat yang kotor, tidak suka berada di tempat yang bersih dan kering. Babi hewan pemalas dan tidak suka bekerja (mencari pakan), tidak tahan terhadap sinar matahari, tidak gesit, tapi makannya rakus (lebih suka makan dan tidur), bahkan paling rakus di antara hewan jinak lainnya. Jika tambah umur, jadi makin malas & lemah (tidak berhasrat menerkam dan membela diri). Suka dengan sejenis dan tidak pencemburu. Konsumen daging babi sering mengeluhkan bau pesing pada daging babi (menurut penelitian ilmiah, hal tsb. disebabkan karena praeputium babi sering bocor, sehingga urin babi merembes ke daging). Lemak punggung babi tebal, babi memiliki back fat (lemak punggung) yang lumayan tebal. Konsumen babi sering memilih daging babi yg lemak punggungnya tipis, karena semakin tipis lemak punggungnya, dianggap semakin baik kualitasnya. Sifat lemak punggung babi adalah mudah mengalami oxidative rancidity, sehingga secara struktur kimia sudah tidak layak dikonsumsi.

Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tidak tertandingi hewan lain. Ia makan semua makanan yang ada di depannya. Jika perutnya telah penuh atau makanannya telah habis, ia akan memuntahkan isi perutnya dan memakannya lagi, untuk memuaskan kerakusannya. Ia tidak akan berhenti makan, bahkan memakan muntahannya. Ia memakan semua yang bisa dimakan di hadapannya. Memakan kotoran apa pun di depannya, entah kotoran manusia, hewan atau tumbuhan, bahkan memakan kotorannya sendiri, hingga tidak ada lagi yang bisa dimakan di hadapannya. Kadang ia mengencingi kotorannya dan memakannya jika berada di hadapannya, kemudian memakannya kembali. Ia memakan sampah busuk dan kotoran hewan.

Babi adalah hewan mamalia satu-satunya yang memakan tanah, memakannya dalam jumlah besar dan dalam waktu lama jika dibiarkan. Kulit orang yang memakan babi akan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Penelitian ilmiah modern di dua negara Timur & Barat, yaitu Cina dan Swedia.Cina (mayoritas penduduknya penyembah berhala) & Swedia (mayoritas penduduknya sekuler) menyatakan: “Daging babi merupakan merupakan penyebab utama kanker anus & kolon (usus besar)”.

Persentase penderita penyakit ini di negara negara yang penduduknya memakan babi, meningkat secara drastis, terutama di negara-negara Eropa, dan Amerika, serta di negara-negara Asia (seperti Cina dan India). Sementara di negara-negara Islam, persentasenya amat rendah, sekitar 1/1000. Hasil penelitian ini dipublikasikan pada 1986, dalam Konferensi Tahunan Sedunia tentang Penyakit Alat Pencernaan, yang diadakan di Sao Paulo. Babi banyak mengandung parasit, bakteri, bahkan virus yang berbahaya, sehingga dikatakan sebagai Reservoir Penyakit. Gara-gara babi, virus Avian Influenza jadi ganas. Virus normal AI (Strain H1N1 dan H2N1) tidak akan menular secara langsung ke manusia. Virus AI mati dengan pemanasan 60 ?C lebih-lebih bila dimasak hingga mendidih.Bila ada babi, maka dalam tubuh babi, Virus AI dapat melakukan mutasi & tingkat virulensinya bisa naik hingga menjadi H5N1. Virus AI Strain H5N1 dapat menular ke manusia. Virus H5N1 ini pada Tahun 1968 menyerang Hongkong dan membunuh 700.000 orang (diberi nama Flu Hongkong).

Lebih lagi daging babi adalah daging yang sangat sulit dicerna karena banyak mengandung lemak. Meskipun empuk dan terlihat begitu enak dan lezat, namun daging babi sulit dicerna. Ibaratnya racun, seperti halnya kolesterol! Selain itu, daging babi menyebabkan banyak penyakit : pengerasan pada urat nadi, naiknya tekanan darah, nyeri dada yang mencekam (angina pectoris) , dan radang pada sendi-sendi. Sekitar tahun 2001 pernah terjadi para dokter Amerika berhasil mengeluarkan cacing yang berkembang di otak seorang perempuan, setelah beberapa waktu mengalami gangguan kesehatan yang ia rasakan setelah mengkonsumsi makanan khas meksiko yang terkenal berupa daging babi, hamburger (ham = babi, sebab aslinya, hamburger adalah dari daging babi). Sang perempuan menegaskan bahwa dirinya merasa capek-capek (letih) selama 3 pekan setelah makan daging babi. Telur cacing tsb menempel di dinding usus pada tubuh sang perempuan tersebut, kemudian bergerak bersamaan dengan peredaran darah sampai ke ujungnya, yaitu otak. Dan ketika cacing itu sampai di otak, maka ia menyebabkan sakit yang ringan pada awalnya, hingga akhirnya mati dan tidak bisa keluar darinya. Hal ini menyebabkan disfungsi yang sangat keras pada susunan organ di daerah yang mengelilingi cacing itu di otak. Penyakit-penyakit “cacing pita” merupakan penyakit yang sangat berbahaya yang terjadi melalui konsumsi daging babi. Ia berkembang di bagian usus 12 jari di tubuh manusia, dan beberapa bulan cacing itu akan menjadi dewasa. Jumlah cacing pita bisa mencapai sekitar “1000 ekor dengan panjang antara 4 - 10 meter”, dan terus hidup di tubuh manusia dan mengeluarkan telurnya melalui BAB (buang air besar). Hal ini ditambah lagi dengan munculnya flu babi yang telah membunuh ratusan jiwa di Meksiko.

DR Murad Hoffman, Daniel S Shapiro, MD, seorang Pengarah Clinical Microbiology Laboratories, Boston Medical Center, Massachusetts, dan juga merupakan asisten Profesor di Pathology and Laboratory Medicine, Boston University School of Medicine, Massachusetts, Amerika menyatakan terdapat lebih dari 25 penyakit yang bisa dijangkiti dari babi[7]. Di antaranya: Anthrax , Ascaris suum , Botulism , Brucella suis , Cryptosporidiosis , Entamoeba polecki , Erysipelothrix shusiopathiae , Flavobacterium group IIb-like bacteria , Influenza , Leptospirosis , Pasteurella aerogenes , Pasteurella multocida , Pigbel , Rabies , Salmonella cholerae-suis , Salmonellosis , Sarcosporidiosis , Scabies , Streptococcus dysgalactiae (group L) , Streptococcus milleri, Streptococcus suis type 2 (group R) , Swine vesicular disease , Taenia solium , Trichinella spiralis , Yersinia enterocolitica dan Yersinia pseudotuberculosis.

Syaikh Prof. DR. Shalih Al Fauzaan seorang anggota majlis ulama besar Saudi Arabia (Hai’ah Kibaar al-’Ulama) menyatakan: “Babi adalah hewan yang sudah terkenal menyukai kotoran dan hal-hal yang hina. Allah haramkan memakannya karena berisi banyak madhorat yang besar dan mengakibatkan penyakit yang berbahaya, sebagaimana ditetapkan para dokter. Hal ini karena babi membawa virus dan penyakit berbahaya yang telah ditemukan dan akan terus ditemukan. Allah tidaklah mengharamkan sesuatu pada hambanya kecuali berisi madhorat untuk mereka”[8].

Abu Hayyan menjelaskan bahwa diantara implikasi buruk daging babi terhadap kesehatan adalah pernyataan para ahli medis (kedokteran) bahwa babi bisa menghasilkan cacing otot (Ad-Duud al-’Adhol). Cacing umumnya dikenal berada di lambung dan diobati dengan obat tertentu dan bisa hilang, sampai-sampai cacing pita yang panjangnya bisa mencapai 12 meter juga hidup dilambung dan bisa keluar dengan obat tertentu. Adapun cacing yang berada di jaringan otot baik dipaha atau di tangan , maka harus dikeluarkan dengan menyobek otot tersebut dan mencabutinya satu persatu. Ini adalah musibah besar.[9]

Demikian banyak penyakit yang dapat muncul disebabkan memakan daging babi. Apakah masih ada orang yang berakal memakannya?

Lajnah Daimah menyatakan:


والجواب على ذلك ، ما أفتى به أعضاء اللجنة الدائمة للفتوى بالمملكة العربية السعودية وهو أنه لا يجوز بيع ما حرم أكله أو حرم استعماله ، ومن ذلك لحم الخنزير 

“Tidak boleh berniaga barang yang telah Allah haramkan berupa bahan makanan atau yang lainnya, seperti khomr, babi walaupun untuk orang kafir, karena adanya hadits shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:

إن الله إذا حرم شيئاً حرم ثمنه

“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu maka ia haramkan juga jual belinya” (Muttafaqun ‘Alaihi).” [Fatawa al-Lajnah ad-Daa'imah Lilbuhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta' (komite tetap untuk penelitian ilmiah dan fatwa di Saudi Arabia), 13/14-15]
demikian juga muncul fatwa dari lembaga ini yang berbunyi:

“Diharamkan bekerja dan mengambil penghasilan dengan membantu pengadaan barang terlarang seperti khamr dan daging babi. Juga diharamkan gaji atas hal tersebut; karena ini termasuk tolong menoong dalam dosa dan kejahatan (التعاون على الإثم والعدوان) dan Allah melarang hal itu dalam firmanNya:

وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maaidah: 2).

Kami nasehati agar menjauhi bekerja di rumah makan yang demikian dan sejenisnya, karena hal itu menjadikannya keluar dari membantu adanya sesuatu yang Allah haramkan.

Diharamkan seorang muslim menjual barang haram seperti babi dan khamr. Rezeki dan larisnya dagangan itu adanya di tangan Allah dan bukan pada penjualan barang haram. Oleh karenanya seorang muslim hendaknya bertakwa kepada Allah dengan mengamalkan perintah dna menjauhi larangan Allah. Allah telah berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًاوَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar.dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. At-Thalaq :2-3) [10]

Tidak hanya demikian, bahkan dilarang kita melakukan investasi atau membeli sahan di perusahaan yang menjual babi atau dagingnya. Hal ini dijelaskan dalam Fatwa lajnah ad-Daa’imah (komite tetap untuk peneliktian ilmiyah dan fatwa di Saudi Arabia) dibawah ini:

Tidak diperbolehkan bermuamalah dalam jual dan beli saham perusahaan yang bermuamalah dengan riba atau menjual barang haram seperti daging babi dan khomr serta lainnya atau yang berkecimpung dalam asuransi konvensional, karena berisi gharar dan ketidak jelasan serta riba[11].

Hikmah Pengharaman Daging Babi

Islam agama yang sempurna telah mengharamkan daging babi dengan hikmah yang hanya Allah ketahui dan Allah nampakkan sebagiannya kepada kita. Syaikh Abdul Aziz bin Baaz -Rahimahullah- mufti Agung Arab Saudi terdahulu menyatakan: “Sesungguhnya Allah mengetahui secara lengkap segala sesuatu dan rahmat, hikmah dan keadilannya mencakup segala sesuatu, karena Dia maha mengetahui kemaslahatan hambaNya, meha penyayang dan maha bijaksana dalam semua penciptaan, pengaturan dan syari’atNya. Allah memerintahkan manusia dengan perkara yang membuat mereka bahagia didunia dan akherat dan menghalalkan untuk mereka semua yang baik yang bermanfaat serta mengharamkan semua keburukan yang memberikan madhorat kepada mereka. Allah telah haramkan memakan babi dan menjelaskan bahwa ia adalah najis. Allah berfirman:

قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”” (QS. Al-An’aam: 145). Jelas di sini babi adalah najis yang buruk dan Allah telah mengharamkan semua yang buruk

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“Dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al-A’raf: 157)

Sudah pasti dengan dilihat bahwa makanan babi adalah kotoran dan najis dan itu adalah makanan yang paling digemarinya, ia mencari dan senang sekali dengan tempat-tempat kootoran tersebut. Para pakar telah menjelaskan bahwa makanannya menghasilkan cacing dalam perutnya dan memberikan pengaruh dalam melemahkan ghirah (kecemburuan) dan menghilangkan sifat menjaga kehormatan (al-Iffah). Daging babi juga memiliki implikasi buruk lainnya seperti sulit dicerna dan mencegah sebagian anggota tubuh dalam dari memisahkan sarinya untuk mmbantu mencerna makanan. Apabila semua yang mereka sampaikan tersebut maka ia termasuk madharat dan keburukan yang menjadi hikmah pengharamannya. Apabila semua itu tidak benar maka seorang yang berakal tentunya mempercayai berita dan hukum Allah bahwa babi adalah najis, beriman tentang pengharaman memakannya dan pasrah menerima hukum Allah dalam hal ini. Karena Allah lah yang menciptakannya dan paling tahu semua yang Dia biarkan. Firman Allah :

أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (al-Mulk/67 :14) [12].

Hewan Yang Diberi Makan Daging Babi

Tentang hal ini ada pertanyaan diajukan kepada lajnah ad-Daa’imah (komite tetap untuk fatwa kerajaan saudi arabia) yang berbunyi:

Ada sebagian burung atau hewan, diantaranya ayam yang diberi makan dengan makanan yang beraneka ragam, diantara makanan tersebut ada tepung yang terbuat dari daging bangkai dan juga daging babi. Apakah ayam yang dikasih pakan dari daging seperti ini hukumnya halal atau haram? Apa hukum telurnya?

Jawab:

Apabila realitanya seperti yang dijelaskan, maka para ulama berbeda pendapat tentang hukum memakan daging dan telornya. Imam Maalik dan sejumlah ulama menyatakan memakan daging dan telurnya adalah mubah, karena makanan yang najis menjadi suci dengan perubahan bentuknya menjadi daging dan telur. Sejumlah ulama diantaranya imam at-Tsauri, asy-Syafi’i dan Ahmad mengharamkan memakan daging dan telurnya serta meminum susunya. Ada yang menyatakan apabila mayoritas pakannya adalah najis maka ia adalah Jilaalah dan tidak dimakan dan bila pakannya yang dominan suci maka ia suci dan boleh dimakan. Para ulama yang mengahramkannya berdalil dengan hadits yang diriwayatkan imam Ahmad, Abu daud, an-Nasaa’i dan at-Tirmidzi dari ibnu Abas, beliau berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ لَبَنِ الْجَلاَّلَةِ

“Sungguh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang dari susu al-Jalaalah”

Juga hadits yang diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari ibnu Umar beliau berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ أَكْلِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang makan Al-Jalaalah dan susunya”

Yang dimaksud dengan Al-Jalaalah adalah hewan yang memakan kotoran dan semua najis. Yang rojih adalah pendapat yang memerinci dan ia kedua dari yang terdahulu[13].

Penutup

Demikianlah beberapa permasalahan berkenaan dengan babi yang ditetapkan syari’at islam. Hal ini menjelaskan kesempurnaan dan keindahan islam yang memerintahkan seluruh kebaikan dan melarang seluruh keburukan. Diantara keburukan tersebut adalah babi yang ternyat terungkap dalam penelitian para pakar memang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Mudah-mudahan kita semua bisa membuka mata hati kita melihat kembali syari’at yang mulia ini dan meyakini semua musibah yang menimpa manusia ini sudah menjadi ketetapan Allah dengan sebab jauhnya manusia dari petunjuk ilahi. Dari sini marilah kita bertakwa kepada Allah dengan belajar syari’at islam dan mengamalkannya. Bila perintah segera menjalankannya dan bila larangan segera menjauhi dan meninggalkannya.

Wabillahit taufiq.
[1] Syarh Shahih Muslim, 1/281


[2] Hayaat al-hayawaan, 1/290

[3] lihat http://ustadzkholid.com/fiqih/pengharaman-babi/ dengan penambahan dari beberapa referensi.

[4] Al-Mughni 8/473 dan haditsnya adalah yang telah disebutkan diatasnya.

[5] Fatawa wa Rasaa’il Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 12/212

[6] Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 20/27

[7] Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Babi

[8] Al-Muntaqa Min Fatwa Alifauzan, 1/94

[9] Syarah Bulugh Al-Maram, Syaikh ‘Athiyah Muhammad Saalim, 3/175.

[10] Fatawa Lajnah Ad-Daa’Imah, 13/16

[11] Fatwa Lajnah Ad-Daa’Imah, 14/395

[12] Fatawa Islamiyah, 3/545

[13] Fatawa Islamiyah, 3/550

Sabtu, 16 Mei 2009

Beranda » Aqidah, Hadits 
Pohon di Kuburan Meringankan Siksa?
25 April 2009 0 Komentar


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ ِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا


“Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu , beliau berkata, “Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda, ‘Sungguh keduanya sedang disiksa, mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing, sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namimah.’ Kemudian beliau mengambil pelepah basah, beliau belah jadi dua, lalu beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan ini ?’ Beliau menjawab, ‘Semoga mereka diringankan siksaannya selama keduanya belum kering.” “


Takhrij

Hadits ini diatas dikeluarkan oleh:
Imam Bukhari dalam Al Jami’ As Shahih (1/317-Fathul Baari) No. 216, 218, 1361, 1378, 6052 dan 6055
Imam Muslim dalam As Shahih (3/200 - syarah Imam Nawawi) No. 292
Imam Tirmidzi dalam Al Jami‘ (1/102) No. 70, dan beliau mengatakan, “Hadits Hasan Shahih”
Imam Abu Daud dalam As Sunan (1/5) No. 20
Imam Nasa’I dalam Al Mujtaba (1/28)
Imam Ibnu Majah dalam As Sunan (1/125) No. 237

Pemahaman Yang Benar Terhadap Hadits

Sabda beliau, إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ (Sesungguhnya mereka berdua sedang disiksa.). Kata ganti (mereka berdua-pent) adalah kata ganti untuk kubur, (namun) yang dimaksudkan adalah penghuni kubur.

Sabda beliau, وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ (Mereka berdua disiksa bukan karena perkara besar(dalam pandangan keduanya)). Dalam riwayat lain Imam Bukhari,

يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ وَإِنَّهُ لكَبِيْرٌ

“Mereka berdua disiksa karena perkara besar (dalam pandangan keduanya) namun sungguh itu adalah perkara besar.”

Dalam Shahih Bukhari juga dalam Kitab Wudhu terdapat lafadz,

وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ بَلْ إِنَّهُ كَبِيْرٌ

“Mereka berdua tidak disiksa karena perkara besar(dalam pandangan keduanya), bahkan sungguh itu adalah perkara besar.”

Dengan dua tambahan lafadz yang shahih ini, dapat ditetapkan bahwa penyebabnya adalah dosa besar. Maka sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, “Mereka berdua disiksa bukan karena perkara besar.” Perlu di jelaskan.

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim (3/201) mengatakan, para ulama telah menyebutkan dua penafsiran dalam hadits ini

Pertama, itu bukanlah perkara besar dalam pandangan mereka berdua.

Kedua, meninggalkan kedua perkara ini bukanlah sesuatu yang besar (susah). 

Al Qadli Iyadh menyampaikan tafsir ketiga yaitu, tidak termasuk dosa besar.

Saya (Syaikh Raid) katakan, berdasarkan tafsir ketiga ini, maksud hadits ini adalah larangan dan memberikan peringatan yang keras kepada orang lain selain dua penghuni kubur ini, agar tidak mengira bahwa adzab Allah itu hanya ada akibat dari dosa besar yang membinasakan, karena adzab itu (kadang) ada akibat dari selainnya. Wallahu a’lam.

Sebab kedua perbuatan ini (yaitu tidak menjaga diri dari air kencing dan namimah-pent) menjadi dosa besar adalah perbuatan tidak bersih dari kencing mengakibatkan batalnya shalat. Sehingga tidak diragukan lagi tidak membersihkan diri dari kencing merupakan perbuatan dosa besar. Demikian juga menebar namimah (adu domba) dan berusaha berbuat kerusakan termasuk perbuatan yang paling buruk, apalagi jika bersesuaian dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wassalam yang menggunakan kata YAMSYI (fi’il mudhari’) yang biasanya menunjukkan keadaan yang terus berkelanjutan (artinya dia terus-terus melakukannya selama hidupnya-pent).

Sabda beliau لَا يَسْتَتِرُ . Al Hafiz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari mengatakan, “Beginilah dalam kebanyakan riwayat yaitu dengan dua huruf yang bertitik dua diatas (dua huruf Ta’-pent), huruf pertama difathahkan dan huruf kedua dikasrahkan. Dalam riwayat Ibnu Asakir[1] يَسْتَبْرِئُ (membesihkan diri-pent) dengan huruf ba’ disukunkan, berasal dari kata اسْتِبْرَاءُ

Dalam hadist riwayat Imam Muslim dan Abu Dawud dari hadits Al A’masy[2] يَسْتَنْزِهُ dengan huruf nun yang disukunkan, setelah itu huruf zai lalu huruf ha. Makna kata لَا يَسْتَتِرُ adalah tidak membuat antara dia dengan kencingnya sesuatu yang bisa melindunginya dari percikan kencing. Dengan demikian, maka maknanya sejalan dengan riwayat يَسْتَنْزِهُ .

Al hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari (1/318) menyatakan, “Dalam riwayat Abu Nu’aim berbunyi لاَيَتَوَقَّى (tidak menjaga diri-pent) dan kata ini merupakan penjelas maksud (kata-kata diatas-pent). Sebagian para ulama memberlakukan kata لَا يَسْتَتِرُ sesuai zhahirnya. Mereka mengatakan, bahwa arti kata itu adalah tidak menutup auratnya.

Sabda beliau يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ yaitu mengutip dan menceritakan perkataan seseorang dengan tujuan mencelakakan. Adapun jika tujuannya untuk mewujudkan satu kemaslahatan atau menghindari kerusakan secara syar’i maka hal itu dibenarkan.

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim (3/201) mengatakan, “(Namiimah) adalah menceritakan perkataan seseorang ke orang lain dengan tujuan merusaknya (Adu domba).”

Sedangkan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam menaruh dua potong pelepah basah diatas dua kubur, menurut pandangan para ulama, perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wassalam itu dipahami bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wassalam memintakan syafa’at untuk penghuni kubur itu, lalu permintaan beliau shallallahu ‘alaihi wassalam dikabulkan dengan diberi keringanan adzab kepada kedua penghuni kubur itu sampai kedua potong pelepah itu kering.

Imam Muslim rahimahullah menyebutkan di akhir kitab Shahih-nya sebuah hadits yang panjang yaitu hadits Jabir tentang dua penghuni kubur, (beliau shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda-pent):

“… maka syafa’atku untuk meringankan adzab dari kedua penghuni kubur itu dikabulkan selama dua batang kayu ini masih basah.”

Dalam hadits tersebut tidak ada isyarat yang menunjukkan bolehnya menanam pelepah kurma atau yang lainnya di atas kuburan. Itu merupakan (kekhususan) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, karena Allah Ta’ala memperlihatkan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wassalam keadaan dua penghuni kubur tersebut dan adzab yang mereka alami. Ini merupakan kekhususan diantara kekhususan-kekhususan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam sebagaimana penjelasan yang akan datang insya Allah Ta’ala .

Pemahaman keliru tentang hadits ini

Ada yang memahami hadits diatas dengan pemahaman keliru. Sebagian mereka berdalil (berargumentasi) dengan hadits ini, tentang bolehnya menanam kurma dan pepohonan diatas kuburan. Mereka mengatakan bahwa illah (penyebab) diringankan adzab dari kedua penghuni kubur ini adalah dua pelepah yang masih basah karena keduanya senantiasa bertasbih kepada Allah selama masih basah sedangkan yang kering tidak bertasbih.

Pendapat ini menyelisihi firman Allah Ta’ala ,

وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّيُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِن لاَّتَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ

“Dan tak ada suatupun melainkan nertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (QS Al Isra’ 44)

Kalaulah seandainya, penyebab diringankan adzab adalah tasbih, tentu tidak ada seorangpun yang mendapatkan siksa di dalam kuburnya karena debu dan bebatuan yang berada di atas mayit bertasbih kepada Allah Ta’ala . 

Syaikh kami Al Albani rahimahullah mengatakan dalam Ahkamul Janaaiz (hal. 201), “Kalau seandainya kondisi basah pelepah itu yang dimaksud, pasti para salafus shalih telah memahaminya dan mengamalkan penunjukkannya serta telah meletakkan pelepah atau batang pohon di atas kubur ketika mereka berziarah. Kalau seandainya mereka melakukan hal tersebut, tentu beritanya akan masyhur kemudian dinukil para perawi terpercaya kepada kita. Karena ini termasuk perkara yang menarik perhatian dan mesti dinukil. Jika tidak dinukil, maka menunjukkan bahwa hal itu tidak pernah terjadi. Cara seperti ini dalam mendekatkan diri kepada Allah adalah bid’ah”.

Adapun hadits Buraidah Al Aslamiy radhiallahu ‘anhu yang berisi bahwa beliau berwasiat agar ditaruhkan dua pelepah diatas kuburnya. Maka hal ini merupakan hasil ijtihad beliau semata dan ijtihad itu kadang benar dan kadang salah. Dan kebenaran bersama orang yang meninggalkan perbuatan itu.

Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah dalam komentar beliau atas kitab Fathul Baari (3/223) mengatakan, “Pendapat yang mengatakan bahwa hal itu merupakan kekhususan Nabi merupakan pendapat yang benar. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam tidak pernah menanamkan pelepah kecuali di atas kuburan yang beliau ketahui penghuninya sedang disiksa dan tidak melakukan hal itu kepada semua kuburan. Kalau seandainya perbuatan itu sunnah, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam akan melakukannya kepada semua kuburan. Juga karenakan para khulafa’ Ar Rasyidin dan tokoh besar shahabat tidak pernah melakukan hal itu. Kalau seandainya itu disyari’atkan tentu mereka akan segera melakukannya”.

Imam Bukhari rahimahullah membuat satu bab dalam kitab shahihnya (3/222) Bab Al Jariidati Ala Al Qabri. Ibnu Rusydi mengatakan, tampaknya dari penjelasan Imam Bukhari rahimahullah bahwa hal itu khusus untuk dua orang itu saja, oleh karena itu beliau melanjutkannya dengan membawakan perkataan Ibnu Umar radliallahu ‘anhuma ketika melihat sebuah tenda di atas kuburan Abdurrahman,

انْزِعْهُ يَا غُلَامُ فَإِنَّمَا يُظِلُّهُ عَمَلُهُ

“Wahai anak muda, cabutlah itu! Hanya amal perbuatannya saja yang (bisa) menaunginya”.

Para ahli ilmu menjelaskan bahwa ini adalah satu kejadian khusus yang mungkin dikhususkan kepada orang-orang yang Allah perlihatkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keadaan sang mayit.

Al Khathabi berkata dalam Ma’alimus Sunan (1/27) mengomentari hadits ini, “Ini termasuk bertabarruk (mengharapkan barakah-pent) dengan atsar dan do’a beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam agar diringankan adzab dari keduanya. Seakan-akan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan waktu basahnya ranting itu sebagai batas dari permintaan keringanan adzab dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam , bukan karena pelepah basah memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki pelepah kering. Kebanyakan orang di banyak negara menanam pepohonan di atas kubur-kubur mereka, saya lihat mereka melakukan ini tidak mengambilnya dari sisi ini”.

Syaikh Ahmad Syakir dalam komentar beliau terhadap Sunan Tirmidzi (1/103) berkata setelah hadits ini: “Benarlah (apa yang dikatakan-pent) Al Khattaby. Kebanyakan orang semakin menjadi-jadi melakukan amal yang tidak ada dasarnya ini dan berlebih-lebihan dalam hal ini. terutama di negeri Mesir, karena taklid kepada orang-orang nasrani, sampai-sampai mereka meletakkan bunga-bunga diatas pekuburan, saling menghadiahkan bunga diantara mereka. Lalu mareka taruh diatas pusara keluarga dekat mereka dan kenalan mereka sebagai penghormatan kepada penghuni kubur dan sikap pura-pura baik kepada yang masih hidup. Bahkan kebiasaan ini menjadi setengah resmi dalam acara persahabatan antar bangsa. Engkau dapatkan, para pembesar Islam, jika berkunjung ke salah satu negara Eropa pergi ke kuburan para pembesar negera itu atau ke kubur yang mereka sebut kuburan pahlawan tak dikenal dan menabur bunga diatasnya. Sebagian mereka meletakkan bunga plastik yang tidak ada unsur basah padanya karena ikut-ikutan orang Prancis dan mengikuti perbuatan-perbuatan Nashara dan Yahudi. Dan para ulama tidak mengingkar mereka atas perbuatan tersebut apalagi orang awam, bahkan engkau melihat mereka sendiri meletakkan di kuburan orang mati mereka.

Saya tahu kebanyakan wakaf-wakaf yang mereka namakan wakaf khairiyah ditanami pohon kurma dan bunga-bunga yang berbau harum yang diletakkan di atas kuburan. Semua ini adalah perbuatan bid’ah dan mungkar yang tidak memiliki dasar sama sekali, tidak memiliki sandaran dari Al-Qur’an maupun Sunnah. Para ahli ilmu wajib mengingkari dan memberantas kebiasaan-kebiasaan ini sesuai dengan kemampuan masing-masing.”

Syaikh kami Al Albani mengatakan dalam kitab Ahkaamul Janaiz (hal. 201),

“Ada beberapa perkara yang menguatkan (pendapat yang mengatakan) bahwa meletakkan pelepah di atas kuburan merupakan kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam dan peringanan adzab bukan disebabkan pelepah yang beliau n bagi dua. -beliau t menyebutkan, diantaranya:

Hadits Jabir radhiallahu ‘anhu yang terdapat dalam shahih Muslim , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Sesungguhnya aku melewati dua kuburan yang sedang disiksa, maka dengan syafa’atku aku ingin agar adzabnya diperingan dari keduanya selama dua ranting ini masih basah.”

Ini jelas sekali, (menerangkan) bahwa keringanan adzab itu disebabkan oleh syafa’atnya shallallahu ‘alaihi wassalam dan do’anya n bukan karena unsur basah (yang ada pada ranting itu-pent), baik kisah Jabir radhiallahu ‘anhu ini satu kejadian dengan kisah Ibnu Abbaz radhiallahu ‘anhu yang terdahulu sebagaimana yang dirajihkan oleh Al ‘Aini atau yang ulama lain, ataupun dua kejadian yang berbeda sebagaimana dirajihkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari.

Adapun berdasarkan kemungkinan pertama (yaitu kisah Jabir radhiallahu ‘anhu satu kejadian dengan kisah Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu ) maka cukup jelas. Adapun berdasarkan kemungkinan kedua, karena penelitian yang benar menunjukkan bahwa penyebabnya satu dalam dua kisah tersebut karena adanya kemiripan yang ada dalam dua kisah tersebut. Juga karena keberadaan pelepah basah sebagai sebab diringankan adzab dari mayit ini termasuk perkara yang tidak diketahui secara syar’i atau akal. Kalau seandainya hal ini benar, tentu orang yang paling ringan adzabnya adalah orang-orang kafir yang menanamkan pepohonan dikuburan seperti layaknya sebuah taman karena banyaknya tanaman dan pepohonan yang selalu hijau di musim panas ataupun dingin. Ditambah juga bahwa sebagian ulama seperti Imam Suyuthi t menjelaskan bahwa sebab pengaruh pelepah basah dalam peringanan adzab adalah karena dia bertasbih kepada Allah Ta’ala . mereka mengatakan, “Jika hilang sifat basah dari pelepah itu dan kering, maka berhentilah dari tasbih!.

Alasan ini menyelisihi keumuman firman Allah Ta’ala ,

وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ 

“Dan tak ada suatupun melainkan nertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.“ (QS. Al Isra’:44)

Jika hal ini sudah jelas, maka mudah untuk memahami kebathilan qiyas lemah yang dikutip oleh Imam Suyuthi rahimahullah dari orang yang tidak beliau sebutkan, “Jika adzab kubur diringankan dari keduanya dengan sebab tasbbih pelepah tersebut, maka bagaimana pula dengan al-Qur’an yang dibacakan seorang mukmin ? Dia mengatakan, “Hadits ini merupakan dalil menanam pohon di kuburan”

Saya (Syaikh Al Albani) mengatakan, “Kokohkan dulu kursi singgasana baru dipahat”[3], Apakah (mungkin) bayangan sesuatu itu lurus sementara batang (empunya bayangan) bengkok. Kalau seandainya qiyas ini benar, tentulah para salafusshalih akan bersegera melakukannya karena mereka lebih bersemangat dalam kebaikan dibandingkan kita.

Keterangan yang telah lewat menunjukkan bahwa meletakkan pelepah di kuburan itu merupakan kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam dan rahasia peringanan adzab dari dua penghuni kubur diatas bukan karena pelepah yang basah akan tetapi karena syafa’at dan do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam . Kejadian ini termasuk kejadian yang tidak mungkin terulang lagi setelah beliau n wafat dan tidak juga orang lain setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam , karena mengetahui adzab kubur termasuk kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam . Hal ini termasuk perkara ghaib yang tidak akan diketahui kecuali oleh Rasul, sebagaimana berita dalam firman Allah Ta’ala ,

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا

“(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.“ (QS.Al Jin:26)


[Diterjemahkan oleh Ustadz Kholid Syamhudi, Lc. dari kitab Tashihul Akhtha' wal Auhaam all Waqi'ah fi fahmi Ahaditsin Nabi alaihis shalatu was salam, Syaikh Raid Shabri Bin Abu Alfah, hal 72-78] 

Artikel UstadzKholid.com

[1] Penerjemah juga menemukan beberapa riwayat lain yang menggunakan kalimat يَسْتَبْرِئُ seperti riwayat Imam Nasa’I berikut

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ لَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا فَقَالَ لَعَلَّهُمَا أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Dari Ibnu Abbas , beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda, ‘Sungguh Keduanya sedang disiksa, mereka disiksa bukan karena dosa besar. Salah satu dari dua orang ini, tidak menjaga diri dari kencing, sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah.’ Kemudian beliau mengambil ranting basah, beliau patahkan jadi dua, lalu beliau tancapkan diatas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kenapa Rasul melakukan ini ?’ Beliau menjawab, ‘Semoga mereka diringankan siksaannya selama kedua ranting itu beum kering.

[2] Riwayat selengkapnya,

مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا هَذَا فَكَانَ لَا يَسْتَنْزِهُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا هَذَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ …

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya Keduanya sedang disiksa, mereka disiksa bukan karena dosa besar, orang ini tidak membersihkan diri dari kencing, sedangkan yang ini dia keliling menebar namiimah…“ (HR. Abu Dawud)

[3] Ini peribahasa yang bermakna buktikan dulu kebenaran satu masalah baru dipakai sebagai ukuran. (pent)
Beranda » Mengenal Islam 
Islam Menjaga Kesehatan Manusia
28 April 2009 0 Komentar

Pada artikel yang lalu telah diutarakan tentang urgensi makanan halal dan usaha yang halal, serta bahaya makanan haram dan usaha yang haram. Demikian juga perlu dibahas mengenai langkah yang harus ditempuh dalam permasalahan ini, yaitu konsep Islam tentang makanan dan usaha.

Konsep Islam dalam permasalahan ini sama dengan permasalahan lainnya, bahwa Islam itu mudah dan lengkap, serta senantiasa menjaga keselamatan jiwa, badan, dan akal manusia. Islam menghalalkan yang baik untuk jiwa, badan dan akal, sebaliknya mengharamkan yang buruk dan merusak, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan; karena sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah:168)


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah:172)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjelaskan dalam kitab Taurat dan Injil tentang salah satu ciri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu menghalalkan hal-hal yang baik dan mengharamkan segala yang buruk, sebagaimana firman-Nya:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأغْلالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.” (QS. Al A’raf:157)

Demikianlah Islam melarang semua makanan yang merusak badan dan akal manusia atau dapat membunuhnya, seperti racun dan narkoba dan ini dijelaskan dalam firmanNya:

وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.“ (QS. An Nisaa:29-30)

Segala sesuatu yang merusak dilarang memakannya termasuk juga larangan memakan barang-barang najis seperti bangkai dan sejenisnya. Semua ini menunjukkan kemudahan Islam dan perhatian yang besar terhadap keselamatan manusia.

Jangan berlebihan dan mengada-ada

Namun tentunya semua ini dilakukan sesuai kebutuhan, tanpa berlebih-lebihan (Israf) dan kikir (bakhil). Oleh karena itu, kita dilarang mengharamkan sesuatu yang telah diperbolehkan Islam. Sebaliknya, kita juga dilarang menghalalkan sesuatu yang sudah diharamkan, karena penghalalan dan pengharaman merupakan hak Allah dan Rasul-Nya, tidak semua orang boleh menetapkannya. Allah berfirman:

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik.” Katakanlah:”Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”“(QS.Al A’raf: 32) 


dan firman-Nya:

قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلالا قُلْ آللهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ وَمَا ظَنُّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَشْكُرُونَ

“Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.” Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari kiamat Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya).“ (QS. Yunus: 59-60)


Untuk itulah Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al Mai’dah:87-88)


Celaan Allah terhadap orang yang menghalalkan yang haram, dan sebaliknya

Pelanggaran perintah Allah dalam permasalahan ini, bila sampai menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal merupakan perkara besar yang sangat tercela. Lihatlah Allah mencela orang Yahudi dan Nashrani yang mentaati para tokoh agama dan pendeta mereka dalam penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal seperti dalam firman-Nya:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah:31)


Demikian juga mencela orang-orang jahiliyah yang telah menghalalkan bangkai yang telah Allah haramkan dan mengharamkan beberapa jenis binatang ternak yang Allah halalkan karena fanatik buta pada nenek moyang mereka dan mengikuti hawa nafsu. Hal ini Allah jelaskan dalam firman-Nya:

مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلا سَائِبَةٍ وَلا وَصِيلَةٍ وَلا حَامٍ وَلَكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لا يَعْقِلُونَ وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلا يَهْتَدُونَ

“Allah sekali-kali tidak pernah mensyari’atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.’ Mereka menjawab: ‘Cukuplah untuk kami apa yang kamu dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.’ Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk” (QS. Al Ma’idah:103-104)

Marilah kita taati semua perintah dan larangan Allah agar selamat dari celaan dan siksaan Allah.

Bersyukurlah atas nikmat ini

Semua ini Allah tetapkan agar manusia bersyukur. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah:172)


Bersyukur dengan tiga rukun yaitu mengakui dengan hatinya bahwa semua itu berasal dari Allah, lalu menampakkannya dengan lisannya dan menjadikannya sebagai sarana mencapai ketaatan kepada Allah. Dengan terealisasinya rukun-rukun syukur ini maka rasa syukur akan menjadi sempurna. Dengan syukur ini Allah akan menganugerahkan kembali kenikmatan yang berlipat, sehingga makanan tersebut menjadi tonggak tercapainya kehidupan yang bahagia di dunia dan akherat. Apabila rasa syukur ini tidak terwujud, bisa jadi semua itu menjadi sebab kehancuran manusia, sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), takala Rabbmu mema’lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim:7)

Dan firman-Nya:

أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لا يَشْعُرُونَ

“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun:55-56)


Mudah-mudahan semua ini menjadikan kita segera bersyukur atas semua nikmat Allah.

Penulis: Kholid Syamhudi Lc
Beranda » Mengenal Islam 
Islam Menjaga Kesehatan Manusia
28 April 2009 0 Komentar

Pada artikel yang lalu telah diutarakan tentang urgensi makanan halal dan usaha yang halal, serta bahaya makanan haram dan usaha yang haram. Demikian juga perlu dibahas mengenai langkah yang harus ditempuh dalam permasalahan ini, yaitu konsep Islam tentang makanan dan usaha.

Konsep Islam dalam permasalahan ini sama dengan permasalahan lainnya, bahwa Islam itu mudah dan lengkap, serta senantiasa menjaga keselamatan jiwa, badan, dan akal manusia. Islam menghalalkan yang baik untuk jiwa, badan dan akal, sebaliknya mengharamkan yang buruk dan merusak, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan; karena sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah:168)


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah:172)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjelaskan dalam kitab Taurat dan Injil tentang salah satu ciri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu menghalalkan hal-hal yang baik dan mengharamkan segala yang buruk, sebagaimana firman-Nya:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأغْلالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.” (QS. Al A’raf:157)

Demikianlah Islam melarang semua makanan yang merusak badan dan akal manusia atau dapat membunuhnya, seperti racun dan narkoba dan ini dijelaskan dalam firmanNya:

وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.“ (QS. An Nisaa:29-30)

Segala sesuatu yang merusak dilarang memakannya termasuk juga larangan memakan barang-barang najis seperti bangkai dan sejenisnya. Semua ini menunjukkan kemudahan Islam dan perhatian yang besar terhadap keselamatan manusia.

Jangan berlebihan dan mengada-ada

Namun tentunya semua ini dilakukan sesuai kebutuhan, tanpa berlebih-lebihan (Israf) dan kikir (bakhil). Oleh karena itu, kita dilarang mengharamkan sesuatu yang telah diperbolehkan Islam. Sebaliknya, kita juga dilarang menghalalkan sesuatu yang sudah diharamkan, karena penghalalan dan pengharaman merupakan hak Allah dan Rasul-Nya, tidak semua orang boleh menetapkannya. Allah berfirman:

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik.” Katakanlah:”Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”“(QS.Al A’raf: 32) 


dan firman-Nya:

قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلالا قُلْ آللهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ وَمَا ظَنُّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَشْكُرُونَ

“Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.” Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari kiamat Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya).“ (QS. Yunus: 59-60)


Untuk itulah Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al Mai’dah:87-88)


Celaan Allah terhadap orang yang menghalalkan yang haram, dan sebaliknya

Pelanggaran perintah Allah dalam permasalahan ini, bila sampai menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal merupakan perkara besar yang sangat tercela. Lihatlah Allah mencela orang Yahudi dan Nashrani yang mentaati para tokoh agama dan pendeta mereka dalam penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal seperti dalam firman-Nya:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah:31)


Demikian juga mencela orang-orang jahiliyah yang telah menghalalkan bangkai yang telah Allah haramkan dan mengharamkan beberapa jenis binatang ternak yang Allah halalkan karena fanatik buta pada nenek moyang mereka dan mengikuti hawa nafsu. Hal ini Allah jelaskan dalam firman-Nya:

مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلا سَائِبَةٍ وَلا وَصِيلَةٍ وَلا حَامٍ وَلَكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لا يَعْقِلُونَ وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لا يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلا يَهْتَدُونَ

“Allah sekali-kali tidak pernah mensyari’atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.’ Mereka menjawab: ‘Cukuplah untuk kami apa yang kamu dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.’ Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk” (QS. Al Ma’idah:103-104)

Marilah kita taati semua perintah dan larangan Allah agar selamat dari celaan dan siksaan Allah.

Bersyukurlah atas nikmat ini

Semua ini Allah tetapkan agar manusia bersyukur. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah:172)


Bersyukur dengan tiga rukun yaitu mengakui dengan hatinya bahwa semua itu berasal dari Allah, lalu menampakkannya dengan lisannya dan menjadikannya sebagai sarana mencapai ketaatan kepada Allah. Dengan terealisasinya rukun-rukun syukur ini maka rasa syukur akan menjadi sempurna. Dengan syukur ini Allah akan menganugerahkan kembali kenikmatan yang berlipat, sehingga makanan tersebut menjadi tonggak tercapainya kehidupan yang bahagia di dunia dan akherat. Apabila rasa syukur ini tidak terwujud, bisa jadi semua itu menjadi sebab kehancuran manusia, sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), takala Rabbmu mema’lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim:7)

Dan firman-Nya:

أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لا يَشْعُرُونَ

“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. Al Mu’minun:55-56)


Mudah-mudahan semua ini menjadikan kita segera bersyukur atas semua nikmat Allah.

Penulis: Kholid Syamhudi Lc
Beranda » Sejarah Islam 
Kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
30 April 2009 0 Komentar

Setelah Abdulah bin Abdil Mutholib meninggal dunia di kota Madinah dan meninggalkan Aminah dalam keadaan hamil mengandung Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka diriwayatkan adanya beberapa beberapa peristiwa ajaib yang dialaminya sebelum dan ketika kelahiran beliau, namun banyak sekali yang tidak shohih periwayatannya. Diantara riwayat yang tidak shohih dalam berita tentang hal tersebut adalah:

1. Riwayat yang menyatakan bahwa ibu beliau tidak merasa berat dalam mengandung beliau.

2. Riwayat yang menyatakan bahwa ibunya mengenakan jimat dari besi lalu putus.

3. Riwayat yang menyatakan bahwa ibunya mendapat wangsit dalam mimpi akan ketinggian kedudukan beliau dan diperintahkan memberi nama beliau dengan nama Muhammad.

4. Riwayat yang menyatakan bahwa beliau lahir dalam keadaan bersandar kepada kedua tangan beliau dan menengadah kepalanya kearah langit.

5. Riwayat yang menyatakan bahwa bersama kelahiran beliau sepuluh balkon istana kisra runtuh dan api yang disembah orang majusi padam serta beberapa gereja disekitar daerah Buhairoh runtuh setelah ambles kedalam tanah. (Lihat: keterangan jelas tentang riwayat ini dalam kitab Al Sirah Al Shohihah karya DR. Akram Dhiya’ Al Umari 1/99-101).

Semua riwayat diatas diriwayatkan dengan jalur periwayatan yang sangat lemah sekali, sehingga tidak dapat dijadikan sandaran kuat untuk menetapkan kejadian tersebut. Adapun riwayat yang dapat dijadikan sandaran mengenai peristiwa sebelum kelahiran beliau yang menimpa ibunya adalah kisah yang diriwayatkan Ibnu Sa’ad, bahwa ibunda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: Saya melihat ketika akan melahirkan bayiku cahaya yang keluar dari kemaluanku menyinari istana-istana Busyra’ di negeri Syam. (Kisah ini diriwayatkan dengan sanad hasan, lihat Al Sirah Al Shohihah 1/101).

Waktu kelahiran beliau

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan pada hari senin, sebagaimana beliau jelaskan sendiri dalam sabdanya:

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ 

Dan beliau ditanya tentang puasa hari senin, lalu menjawab: itu adalah hari kelahiranku dan hari diutusnya aku (menjadi nabi).HR Muslim.

 Dan tepat di tahun gajah , sebagaimana ditunjukkan oleh pernyataan Qais bin Makhramah :

وُلِدْتُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفِيلِ فَنَحْنُ لِدَانِ وُلِدْنَا مَوْلِدًا وَاحِدًا

Aku dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lahir di tahun gajah sehingga kami Liddaan, kami lahir dalam satu waktu yang sama. HR Ahmad

Sedangkan tanggal dan bulannya masih diperselisihkan para ulama, diantara mereka ada yang merojihkan tanggal 9 Rabi’ul Awal diantaranya Al Mubarakfuri dan Mahmud Basya al Falaki dan mensetarakan dengan tanggal 20 atau 22 April 571 M dan ada yang menyatakan tanggal 10 dan 12 Rabui’ul Awal. Sedangkan yang masyhur dikalangan kaum muslimin adalah tanggal 12 Rabi’ul Awal dan ini pendapat Ibnu Ishaaq.

Sambutan Sang Kakek atas kelahiran cucu laki-lakinya

Demikianlah kelahiran beliau ditunggu keluarga dan kerabatnya, sehingga setelah Aminah melahirkan maka diutuslah seseorang memberitahukan kabar gembira ini kepada Abdul Mutholib kakek beliau. Tentunya Abdul Mutholib datang dalam keadaan berbahagia kemudian membawanya keka’bah seraya berdo’a dan bersyukur. Lalu memberi nama Muhammad, nama yang tidak dikenal dan popular dikalangan bangsa Quraisy. Ia ketika ditanya tentang sebab tidak sukanya beliau menamakan bayi tersebut dengan nama-nama keluarga dan kerabatnya maka ia menjawab bahwa ia ingin Allah memuji bayi tersebut dilangit dan orang-orang memujinya juga di permukaan bumi ini. Demikianlah sambutan kakek beliau dengan kelahiran ini. Kemudian kakeknya mengkhitannya dihari ketujuh beliau setelah kelahiran beliau sebagaimana umumnya adat kebiasan bangsa Arab waktu itu.dan menyiapkan pesta makanan untuk mensyukuri kelahiran di hari tersebut.
Memang ada sebagian ulama siroh yang menyatakan bahwa beliau lahir sudah dalam keadaan dikhitan, bahkan sebagian ulam besar seperti imam Adz Dzahabi menguatkan pendapat ini, namun riwayat yang menjadi sandaran mereka sangat lemah sekali sedangkan kebahagian kakek beliau Abdul Mutholib atas kelahiran cucu laki-lakinya dan apa yang ia lakukan seperti mengkhitan, mangadakan walimah makan-makan seperti adat kebiasaan kaumnya tidak butuh dalil keabsahannya, sebab itulah adat yang berkembang ketika itu. Sehingga mengambil pendapat yang menyatakan kakeknyalah yang memberi nama, mengkhitan dan mengadakan walimah makan-makan tersebut lebih pas dan kuat. Wallahu A’lam.

Ibu Susuan beliau

Kemudian setelah itu beliau disusui oleh Tsuwaibah budak perempuan paman beliau Abu Lahab yang sedang menyusui anaknya yang bernama Masruuh dan sebelumnya Tsuwaibah ini juga pernah menyusukan paman beliau Hamzah bin Abdul Mutholib serta menyusukan Abu Salamah bin Abdulasad Al makhzumie setelah menyusukan beliau. Sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki saudara sesusuan melalui Tsuwaibah ini Pamannya Hamzah bin Abdul Mutholib dan sahabat beliau Abu Salamah bin Abdilaswad Al makhzumi yang juga masih saudara sepupu beliau, sebab ibu Abu Salamah ini adalah bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bernama Barrah bin Abdil Mutholib.
Kisah tentang Tsuwaibah ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahihnya dengan lafadz:

عَنْ أُمِ حَبِيبَةَ بِنْتَ أَبِي سُفْيَانَ أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ انْكِحْ أُخْتِي بِنْتَ أَبِي سُفْيَانَ فَقَالَ أَوَتُحِبِّينَ ذَلِكِ فَقُلْتُ نَعَمْ لَسْتُ لَكَ بِمُخْلِيَةٍ وَأَحَبُّ مَنْ شَارَكَنِي فِي خَيْرٍ أُخْتِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ ذَلِكِ لَا يَحِلُّ لِي قُلْتُ فَإِنَّا نُحَدَّثُ أَنَّكَ تُرِيدُ أَنْ تَنْكِحَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ بِنْتَ أُمِّ سَلَمَةَ قُلْتُ نَعَمْ فَقَالَ لَوْ أَنَّهَا لَمْ تَكُنْ رَبِيبَتِي فِي حَجْرِي مَا حَلَّتْ لِي إِنَّهَا لَابْنَةُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ أَرْضَعَتْنِي وَأَبَا سَلَمَةَ ثُوَيْبَةُ فَلَا تَعْرِضْنَ عَلَيَّ بَنَاتِكُنَّ وَلَا أَخَوَاتِكُنَّ قَالَ عُرْوَةُ وثُوَيْبَةُ مَوْلَاةٌ لِأَبِي لَهَبٍ كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا فَأَرْضَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Ummu Habibah bintu Abu Sufyan beliau berkata: saya berkata: Wahai Rasulullah nikahilah saudari saya putri Abu Sufyaan lalu beliau menjawab: apakah kamu menyukai hal itu? Ia menjawab: Ya, sayakan tidak sendirian menjadi istrimu dan saya ingin saudariku tersebut juga merasakan bersama saya dalam kebaikan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: Sesungguhnya itu tidak halal bagiku, lalu saya berkata lagi: sesunguhnya telah sampai kepada kami bahwa engkau ingin menikahi putri Abu Salamah, Rasulullah menyatakan: Putrinya Ummu Salamah? Saya menjawab: Ya, , maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata lagi: seandainya ia bukan anak istriku yang dalam pangkuanku maka iapun tidak halal bagiku, karena ia adalah anak saudaraku sepersusuan. Tsuwaibah telah menyusukan aku dan Abu Salamah, maka janganlah kamu tawari aku dengan anak-anak kalian dan tidak juga saudari-saudari kalian. Urwah bin Zubair (perawi hadits) berkata: Tsuwaibah adalah budak perempuan Abu Lahab yang dimerdekakan, lalu menyusukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR Al Bukhari)

Dijelaskan Al Hafiz Ibnu hajar rahimahullah dalam Fathul Bari bahwa putri Abu Sufyaan tersebut namanya Urwah.

Demikian kisah kelahirannya dan bersambung dengan kisah beliau dengan Halimah Al Sa’diyah Insya Allah.

Penulis: Kholid Syamhudi Lc
Beranda » Sejarah Islam 
Kisah Persusuan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
5 May 2009 0 Komentar

Di Pedalaman Bani Sa’ad

Sudah menjadi adat kebiasaan wanita Arab perkotaan mencari ibu susuan bagi anak bayinya dan wanita yang mengasuhnya di daerah pedalaman. Hal ini dilakukan sebagai usaha preventif menjauhkan anak-anak tersebut dari penyakit-penyakit yang biasa menjalar di perkotaan dan memperkuat dan memperkokoh kekuatan tubuh mereka. Juga sebagai usaha membiasakan dan membina mereka untuk memiliki sikap kemandirian dan percaya diri sejak kecil dan meluruskan lisan mereka dari kesalahan berbahasa sehingga mereka menjadi orang Arab yang fasih. Demikian juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setelah disusukan Tsuwaibah beberapa hari lamanya maka Aminah pun mencari ibu susuan bagi beliau yang dapat membawa beliau ke pedalaman dan mendapatkan Halimah bintu Abu Dzu’aib Al Sa’diyah dari bani Sa’ad. Halimah As Sa’diyah mengisahkan persusuan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini dalam satu riwayat yang diriwayatkan ibnu Ishaq dan disampaikan Ibnu Hisyam dalam tahdzibnya, namun riwayat ini dilemahkan Syeikh Al Albani. Walaupun demikian persusuan beliau kepada Halimah merupakan satu hal yang benar adanya.

Ringkasan kisah tersebut adalah:

“Halimah mendatangi kota Makkah bersama para wanita dari bani Sa’d bin Bakr mencari anak susuan. Dalam tahun peceklik dan kekurangan ia berangkat mengendarai onta betina yang sudah lemah bersama suami dan bayinya serta disertai seekor onta tua untuk diperas susunya. Ia menyatakan: “Demi Allah kami tidak tidur malam itu seluruhnya bersama bayi kami tersebut, Kami tidak mendapati air susu yang mencukupi dan tidak juga ada pada ontaku makanan yang dapat dimakan”, lalu sampai rombongannya kekota Makkah, mencari anak susuan. Ia menyatakan kembali: “Demi Allah aku tahu seluruh wanita dalam rombongan kami telah ditawari Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan ketika tahu ia seorang anak yatim, maka mereka tidak mau. Kami beranggapan bahwa apa yang dapat diberikan ibunya kepada kami, kami melakukan ini hanya karena mengharap pemberian dari bapak bayi, adapun ibunya apa yang bisa ia perbuat? Demi Allah seluruh wanita rombongan kami, telah mendapat anak susuan kecuali aku. Ketika aku tidak mendapatkan yang lainnya maka aku berkata kepada suamiku Al Haarits bin Abdiluzaa: “Demi Allah aku tidak ingin kembali tanpa membawa anak susuan, akan aku kembali kepada bayi tersebut dan mengambilnya”. Maka suamikupun mengizinkannya. Demi Allah aku mangambilnya hanya karena tidak mendapatkan yang lainnya.

Lalu Halimah membawa Muhammad ke kendaraannya untuk pulang dan iapun menyusuinya seketika itu air susuku menjadi banyak dan diminumnya sampai kenyang demikian juga anakku. Sedangkan suamiku mengambil onta tua milik kami dan ternyata onta tersebut mengeluarkan susu yang dapat diperas untuk aku dan suamiku minum sampai kenyang sehingga kami bias tidur nyenyak malam tersebut. Suamiku berkata: “Wahai Halimah, demi Allah aku melihat engkau telah mengambil anak yang penuh barokah, bukankah engkau lihat kebaikan yang menyelimuti kita malam ini setelah kita mengambilnya?”, Demikianlah Allah terus memberikan kebaikan kepada kami sampai kami keluar untuk pulang kekampung kami. Halimah berkata: “Demi Allah onta betina yang kami kendarai dapat berjalan kencang meninggalkan yang lainnya sampai-sampai teman-temanku menyatakan: Wahai anak permpuan Abu Dzu’aib apakah ini adalah onta betina yang kami gunakan ketika pergi bersama kami? Saya menjawab: Ya, demi Allah. Sampai kemudian kami tiba diperkampungan bani Sa’ad”.

Diperkampungan Bani Sa’ad

Halimah menceritakan bahwa tanah bani Sa’ad sangat gersang sekali, namun kambing-kambingnya keluar dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang dan penuh susunya sehingga ia dapat memerasnya sesuka hati, beda dengan kambing-kambing lainnya yang kelaparan dan tidak mengeluarkan susu sedikitpun, sampai-sampai orang-orang berkata: lihatlah dimana kambing bintu Abu Dzu’aib digembalakan, maka gembalakanlah bersamanya! Lalu merekapun menggembalakan kambing-kambingnya ditempat kambing Halimah di gembalakan, namun mereka pulang dengan membawa kambing yang kelaparan dan tidak dapat diperas susunya. Barokah ini terus berlanjut sampai Muhammad berusia dua tahun dan tumbuh cepat tidak seperti anak-anak biasanya. Kemudian setelah dua tahun Halimah membawa kembali Muhammad kekota Makkah dan ketika bertemu ibunya, Halimah menyampaikan kepada ibundanya, Biarlah ia tetap bersama kami tahun ini, karena kami khawatir terkena penyakit di kota Makkah. Halimah terus meminta sampai ibunda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyetujuinya. (Diringkas dari kitab As Siroh An Nabawiyah karya Muhammad Abdulqadir, Dar Al Furqan, hal 103-105)

Faedah kisah ini:

1. Adanya barokah anak susuan (Muhammad) bagi Halimah

2. Hikmah barokah ini adalah agar keluarga Halimah mencintai, menyayangi dan mendidik serta memeliharanya dengan baik. Demikianlah Halimah sangat menyayanginya melebihi anak-anaknya.

3. Yang terbaik adalah yang telah ditetapkan Allah.

4. Diantara pengaruh tinggalnya beliau di pedalaman ini adalah:

a. Pendidikan hidup sederhana tanpa kemewahan dan berlebih-lebihan
b. Memperoleh fisik yang kuat
c. Memperoleh kemampuan berbahasa yang fasih dan baik
d. Mendidik keberanian dan kesabaran beliau
e. Mendidik kemandirian dan percaya diri pada beliau yang tinggi.

Demikian mudah-mudahan bermanfaat.

Penulis: Kholid Syamhudi Lc
Beranda » Akhlaq, Muamalah 
Memuliakan Tetangga
9 May 2009 0 Komentar

Agama Islam agama fitrah yang memperhatikan hak-hak yang berhubungan dengan asasi seseorang atau masyarakat. Agama yang mengatur hubungan hamba dengan Rabbnya dan hubungan antar hamba dengan keserasian dan keselarasan yang sempurna. Diantara hubungan antar hamba yang diatur dan diperhatikan Islam adalah hubungan bertetangga, karena hubungan bertetangga termasuk hubungan kemasyarakatan yang penting yang dapat menghasilkan rasa saling cinta, kasih sayang dan persaudaraan antar mereka. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sangat memperhatikan hal tersebut sebagaimana dalam hadits dibawah ini.

Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam :

مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku dengan tetangga sehingga aku menyangka tetangga tersebut akan mewarisinya.”


Takhrij Hadits

Hadits ini diriwayatkan dari dua sahabat yaitu Aisyah dan Ibnu Umar. Adapun jalan periwayatan Aisyah radhiallahu ‘anha dikeluarkan oleh:

- Al Bukhari dalam Shahihnya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar No. 6014.

- Muslim dalam Shahihnya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar Wal Ihsan Ilaihi, No. 6628, lihat Syarah Nawawi 16/392.

- Abu Daud dalam Sunannya, kitab Al Adab, Bab Fi Haqil Jiwaar, No. 5151

- Attirmidziy dalam Jami’nya, kitab Al Bir Wash Shilah, Bab Ma Ja’a Fi Haqil Jiwaar No. 1942

- Ibnu Majah dalam Sunannya, kitab Al Adab, Bab Haqul Jiwaar No. 3673.

Sedangkan jalan periwayatan Ibnu Umar dikeluarkan oleh:

- Al Bukhari dalam Shahihnya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar No. 6015.

- Muslim dalam Shahihnya, kitab Al Adab, Bab Al Washiyah Bil Jaar Wal Ihsan Ilaihi, No. 6630, lihat Syarah Nawawi 16/392.

Faedah Hadits

Hadits yang agung ini menunjukkan urgensi dan kedudukan tetangga dalam Islam. Tetangga memiliki kedudukan yang penting dan hak-hak yang harus diperhatikan setiap muslim. Sehingga dengan demikian konsep Islam sebagai rahmat untuk alam semesta dapat direalisasikan dan dirasakan oleh setiap manusia.

a. Definisi, Batasan dan Hakikat Tetangga

Kata Al Jaar (tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang yang bersebelahan denganmu. Ibnu Mandzur berkata: “الجِوَار , الْمُجَاوَرَة dan الْجَارُ bermakna orang yang bersebelahan denganmu. Bentuk pluralnya أَجْوَارٌ , جِيْرَةٌ dan جِيْرَانٌ .”.

Sedang secara istilah syar’i bermakna orang yang bersebelahan secara syar’i baik dia seorang muslim atau kafir, baik atau jahat, teman atau musuh, berbuat baik atau jelek, bermanfaat atau merugikan dan kerabat atau bukan.

Tetangga memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang lainnya, bertambah dan berkurang sesuai dengan kedekatan dan kejauhannya, kekerabatan, agama dan ketakwaannya serta yang sejenisnya. Sehingga diberikan hak tetangga tersebut sesuai dengan keadaan dan hak mereka.

Adapun batasannya masih diperselisihkan para ulama, diantara pendapat mereka adalah:
Batasan tetangga yang mu’tabar adalah empat puluh rumah dari semua arah. Hal ini disampaikan oleh Aisyah Radhiallahu ‘anha, Az Zuhri dan Al Auzaa’i.
Sepuluh rumah dari semua arah.
Orang yang mendengar adzan adalah tetangga. Hal ini disampaikan oleh Imam Ali bin Abi Tholib Radhiallahu ‘anhu.
Tetangga adalah yang menempel dan bersebelahan saja.
Batasannya adalah mereka yang disatukan oleh satu masjid.

Yang rajih insya Allah, batasannya kembali kepada adat yang berlaku. Apa yang menurut adat tetangga adalah tetangga. Wallahu A’lam.

Dengan demikian jelaslah tetangga rumah adalah bentuk yang paling jelas dari hakikat tetangga, akan tetapi pengertian tetangga tidak hanya terbatas pada hal itu saja bahkan lebih luas lagi. Karena dianggap tetangga juga tetangga di pertokoan, pasar, lahan pertanian, tempat belajar dan tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya ketetanggaan. Demikian juga teman perjalanan karena mereka saling bertetanggaan baik tempat atau badan dan setiap mereka memiliki kewajiban menunaikan hak tetangganya.

b. Wasiat Islam terhadap Tetangga

Islam telah berwasiat untuk memuliakan tetangga dan menjaga hak-haknya, bahkan Allah menyambung hak tetangga dengan ibadah dan tauhidNya serta berbuat bakti kepada kedua orang tua, anak yatim dan kerabat, sebagaimana firmanNya:

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُورًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An Nisaa’:36)

Demikian pula hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam telah menjelaskan kewajiban menjaga hak tetangga dan menjaga kehormatan dan kemuliannya dan perintah menutupi aib mereka, menundukkan pandangan dari harta kehormatannya dan menjauhi hal yang menyakiti dan mengganggunya.

Diantaranya hadits Aisyah dan Ibnu Umar ini. Lihatlah baik-baik bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan: “Sehingga aku menyangka tetangga tersebut akan mewarisinya.”

Hal ini menunjukkan wasiat dengan tetangga tersebut meliputi penjagaan, berbuat baik kepadanya, tidak berbuat jahat dan mengganggunya, selalu bertanya tentang keadaannya dan memberikan kemakrufan kepadanya. Ini semua adalah bentuk perhatian dan motivasi syariat dalam menjaga dan menunaikan hak-hak mereka.

Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menetapkan pelanggaran kehormatan tetangga sebagai salah satu dosa terbesar dalam sabdanya ketika ditanya:

أَيُّ الذَّنْبِ عِنْدَ اللَّهِ أَكْبَرُ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ 

“Dosa apa yang terbesar disisi Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Menjadikan sekutu tandingan Allah, padahal Allah yang menciptakanmu”. Saya (Ibnu Mas’ud) bertanya: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Kemudian membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu” lalu saya bertanya lagi: “Kemudian apa?” beliau menjawab: “Berzina dengan istri tetanggamu.” ” [1]

Tidak cukup hanya disitu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pun memerintahkan Abu Dzar untuk memperbanyak kuah masakannya agar dapat dibagi dan dirasakan tetangga, seperti dalam hadits :

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ إِنَّ خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَانِي إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ

“Dari Abu Dzar beliau berkata: “Kekasihku shallallahu ‘alaihi wassalam telah berwasiat kepadaku, jika kamu memasak kuah daging maka perbanyak kuahnya kemudian lihat keluarga tetanggamu dan berikanlah sebagian kepada mereka.” [2]

Demikian besarnya hak dan kedudukan tetangga dalam Islam.

c. Hak-hak Tetangga

Telah jelas bahwa tetangga memiliki hak yang besar dan kedudukan yang tinggi dalam Islam. Hak-hak mereka kalau dirinci akan sangat banyak sekali, akan tetapi semuanya dapat dikembalikan kepada empat hak yaitu:

1. Berbuat baik kepada mereka

Berbuat baik dalam segala sesuatu adalah karektaristik Islam, demikian juga pada tetangga. Imam Al Marwaziy meriwayatkan dari Al Hasan Al Bashriy pernyataan beliau: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.”

Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

خَيْرُ الْأَصْحَابِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ

“Sebaik-baiknya sahabat disisi Allah adalah yang paling baik kepada sahabatnya”

Diantara ihsan kepada tetangga adalah:

- Memuliakannya

Sikap ini menjadi salah satu tanda kesempurnaan iman seorang muslim sebagaimana dinyatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dalam hadits yang shahih yang berbunyi:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ 

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu tetatangganya”

Dan dalam lafadz yang lain: 

فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ 

“Maka hendaklah memuliakan tetangganya” [3]

- Ta’ziyah ketika mereka mendapat musibah, mengucapkan selamat ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika sakit, memulai salam dan bermuka manis ketika bertemu dengannya dan membantu membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akherat serta memberi mereka hadiyah.

Aisyah radhiallahu ‘anha bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam :

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي قَالَ إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا

“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam saya memiliki dua tetangga lalu kepada siapa dari keduanya aku memberi hadiyah? Beliau menjawab: “Kepada yang pintunya paling dekat kepadamu.” ” [4] 

2. Sabar menghadapi gangguan tetangga

Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan erat dengan yang pertama dan menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan memaafkan kesalahan dan perbuatan jelek mereka, khususnya kesalahan yang tidak disengaja atau sudah dia sesali kejadiannya. Hasan Al Bashriy berkata: “Tidak mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas gangguannya.”

Sebagian ulama berkata: “Kesempurnaan berbuat baik kepada tetangga ada pada empat hal:

a. Senang dan bahagia dengan apa yang dimilikinya

b. Tidak tamak untuk memiliki apa yang dimilikinya

c. Mencegah gangguan darinya

d. Bersabar dari gangguannya

3. Menjaga dan memelihara tetangga

Ini merupakan hak ketiga untuk tetangga. Imam Ibnu Abi Jamroh berkata: “Menjaga tetangga termasuk kesempurnaan iman. Orang jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini dan melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan memberikan beraneka ragam kebaikan sesuai kemampuan; seperti hadiyah, salam, muka manis ketika bertemu, membantu memenuhi kebutuhan mereka, menahan sebab-sebab yang mengganggu mereka dengan segala macamnya baik jasmani atau maknawi. Apalagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah meniadakan iman dari orang yang selalu mengganggu tetangganya. Ini merupakan ungkapan tegas yang mengisyaratkan besarnya hak tetangga dan mengganggunya termasuk dosa besar.”

4. Tidak mengganggu tetangga

Telah dijelaskan diatas akan kedudukan tetangga yang tinggi dan hak-haknya terjaga dalam islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga, sebagaimana dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wassalam :

لَا وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ لَا وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ لَا وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قَالُوا وَمَنْ ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ جَارٌ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ 

“Tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” ” [5] 

Dalam riwayat lain:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

“Tidak masuk syurga orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.”[6]

Demikian juga dalam hadits yang lain beliau bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ 

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah mengganggu tetatangganya”.

Demikianlah besarnya hak tetangga yang terkadang kurang kita perhatikan, padahal demikian besar dan pentingnya bagi kehidupan seorang muslim dalam bermasyarakat. Oleh karena itu marilah kita perbaiki kehidupoan kita dengan takwa dan iman sehingga kita dapat mencapai kemulian dan kebahagian didunia dan akherat.

Mudah-mudahan ini berguna.

[Pembahasan ini disarikan oleh Ustadz Kholid Syamhudi, Lc. dari Risalah Ila Al jaar, penerbit Dar Ibnu Khuzaimah, Riyadh, KSA.]

Artikel UstadzKholid.com
[1] Diriwayatkan oleh Al Bukhari No4389, 6354 dan 6978, Muslim No. 125


[2] Diriwayatkan oleh Muslim No. 6632.

[3] Mutafaqun alaihi.

[4] Riwayat Bukhari, Kitab Assuf’ah, Bab Ayul Jiwari Aqrab, No. 2099.

[5] Riwayat Al Bukhari

[6] Riwayat Muslim dari Abu Hurairah